Melihat kembali album foto yang sudah usang. Sampulnya pun sudah lepas. Di dalamnya ada foto ketika masih bayi. Ini membuat gue pengin melihat tayangan flashback perjalanan masa kecil yang sungguh aduhai.
Mencuil lagu yang dinyanyikan Vidi Aldiano: "Apalah arti hidup ini tanpa cinta dan kasih sayang." Gue melihat kembali ke belakang, bahwa meski tanpa satu pun pacar yang menemani masa kecil (kayak anak SD skarang), gue sepertinya cukup menikmati masa-masa itu. Harus diakui, cukup banyak konflik yg terjadi dengan teman masa SD menghiasi masa pertumbuhan mental gue. Tapi itu semua selesai sudah ketika gue sampai di rumah. Nyokap menjadi pelabuhan internasional segala keluh tangis gue. Dan naasnya, rentetan scene masa SD itu baru gue sadari sekarang.
Tanpa harus besar dalam kepulauan kecil nun jauh di BangkaBelitung macam Andrea Hirata. Atau jadi anak kecil berkacamata yg ditemani kucing masadepan, seperti Nobita. Gue enjoy tumbuh besar dalam banyak sensasi keluguan yg tak terperi. Dan itu baru gue inget sekarang. Jadi anak kecil itu asyik. Lakukan apapun sesukanya, pikirkan akibatnya belakangan. Pada suatu pagi, saat gue kelas 2SD (kalo ga salah). Ibu guru Mtk yg (dulu) terasa nyebelin masuk kelas, dan dia ga sadar kalo gue lagi ngumpet di balik mejaguru. Lalu ketika dia mau duduk, gue tarik tuh kursi plastik di blakangnya. Sontak satu kelas ketawa cempreng (kan kelas 2SD.) Setelah itu, gue pun harus berdiri satu kaki sambil njewer kuping sendiri di depan kelas selama plajaran Mtk berlangsung. Betapa baik Bu guru itu. Kalo gue yang jadi guru Mtk itu, udah gue tendang jauh tuh anak murid yang bikin gue diketawain satu kelas. Dan itu pun baru gue sadari saat ini.
Tapi sungguh. Ini belum benar-benar terlambat. Saat ini, di bulan Ramadan kali ini, dengan menyadari keluguan masa kecil dulu, gue juga jadi sadar: betapa sampai sekarang pun gue masih belajar tumbuh sebagai mahluk yang manusiawi. Dan itu adalah proses alami apa-apa yg hidup di planet ini. Sadar. Itulah ketika bulan Ramadan dapat menjadi momentum yang berarti. Ketika kita menyadari posisi kita sebagai mahluk, ataupun sebagai salahsatu jaringan masyarakat yang bernilai bagi satu sama lain.
Sekian. Semoga ini bisa jadi pelepas dahaga riwayat konten blog gue yang sepi ini. Everyone has it ways. Good luck!..
Waktu bergulir begitu cepat seperti debu yang merambat. Sesekali dapat terlihat dari celah sinar mentari yang masuk ke rumah. Debu berterbangan bebas tanpa arah. Namun itu menurut kita. Seperti waktu, debu dihadirkan dengan takdirnya mengikuti arah angin yang membawanya. Bisa menempel di pohon-pohon, bisa menempel di celah bangunan pencakar langit, bisa juga mengendap di lorong dapur tempat ibu biasa memasak. Maka waktu, meski bukan sekumpulan zat organik yang terbang bebas di sekitar kita, ia adalah jatah yang kita miliki, jatah keluasan udara yang kita rasakan saat ini. Wahai sang pemilik waktu, izinkanlah aku hanya berdoa kepada-Mu. Wahai pemilik bulan november yang menakjubkan, ada seorang anak kecil yang sedang berproses disana. Sejak kecil ia adalah wanita yang pandai menjaga dirinya. Seorang yang suci dan tak mudah terdistraksi. Sikapnya yang bijaksana melapisi tubuh mungilnya. Proses menentukan hasil. Semoga jiwa besarnya mengantarkan ia ke level selanjutnya.
Komentar