Langsung ke konten utama

Tak Sengaja

Awan pagi meluruhkan gerimis, tenang dan teduh. Gumpalan air itu tak bisa bertahan lama di atas sana beku dalam selimut lembut. Seperti hatiku yang hampir membeku. Untung saja ada mentari yang datang meski terlambat. Memecah balok sepi sampai ke tepi. Ia cantik memesona, bagai mentari di pantai Kuta. Cahaya wajahnya menghangatkan, memenuhi pembuluh darah di kepala. Kehadirannya membuat gelembung-gelembung kecil dalam dada. Aku tak tahu ini apa. Tapi sungguh, ini tak disengaja.
Di tempatku bekerja, aku lebih suka ceria. Tempat itu memang tidak biasa, menghadirkan suasana yang tidak bisa kau menolaknya. Kaum hawa mendominasi jumlah populasi. Hadir di mana-mana dengan wangi dan make-up berwarna. Menebar senyawa halus tak terlihat. Satu di antaranya berhasil membebat pikiranku. Namun aku tak cukup berani mendekatinya (inilah kelemahanku kawan, tolong jangan beri yahu yang lain). Sampai hari berkumpul menjadi bulan, aku belum bisa akrab dengannya. Hanya sapaan satu-dua patah kata. Akhirnya, rasa itu hilang dengan sendirinya. Hati ini menguncup layaknya bunga bangkai di bulan Juni. Senyap, terperangkap oleh kecewa. Hingga aku memutuskan untuk tidak lagi menyukai siapapun, terutama wanita.
Untungnya, keputusanku itu cuma sementara. Di perjalanan pulang, aku bertemu dengan wanita cantik jelita. Sumpah atas nama kembang tujuh rupa, ia berparas jelita. Membuatku tiba-tiba sakit mata: tak bisa berkedip, tanpa suara. Aku sempat menduga ia sebagai bidadari yang ingin coba tinggal di planet Bumi. Segera kuhapus khayalan itu. Bagai ditantang untuk terjun payung dari atas Monas, aku meyakinkan diriku untuk dapat berkenalan dengannya. Dengan kekuatan pikiran, semua dapat terlaksana. Perjalanan sepanjang 30 km itu pun kurasakan sebagai perjalan 30 tahun ke luar angkasa.
 
Ini tidak biasa bukan karena tak disengaja. Setelah kulihat profil Facebook-nya, tertulis status hubungan: Telah menikah dengan …. Seketika itu pula sepotek Bulan yang sedang menggantung di langit gelap rasanya jatuh menimpa kepala. Tapi tak apa. Temanku berkata: “Status itu berarti dia udah punya pacar. Tenang aja, sebelum janur kuning melengkung boi!” Entah kenapa aku bisa percaya dengan kata-kata temanku yang kewarasannya perlu diuji itu. Aku tetap bertukar pesan dengannya, meski aku tak bisa mengetik SMS dengan cepat (ini satu lagi kelemahanku, psst…). Ia hadir sebagai warna baru dalam sisa-sisa hariku. Aku belajar untuk berteman dengan lawan jenis. Urusan teman dekat atau bukan, sungguh itu terserah ia dan (sepotek bulan) yang di atas. Lagu James Blunt, You’re Beautifull mengalun dari music player di ponselku, “I saw your face in a crowding place, and I don’t know way to do, cause I’ll never be with you.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Batu

Ada sebuah batu yang dapat terbang begitu jauh ketika dilempar sekuat tenaga di tengah hamparan pematang sawah. Ada batu lempung yang dapat loncat jauh berkecipak beberapa kali saat dilempar dengan tepat di atas air. Dan ada batu yang bila dilempar jauh maka kau akan dicari-cari orang sekampung, iya, coba aja lempar jauh batu cincin Pak haji. Tapi ada juga batu yang biasa bikin kita keki. Ga percaya? Beneran ga percaya? Yeuu, ga percaya. "Batu! sih lu dibilangin." Iya batu yang seperti itu. Krik banget ya? Eh iya, tapi aslinya ba-tu itu enak loh. Gue sering makanin waktu SD. Sekarang sih udah engga. Karena, ba-tu itu bro: Baso Tusuk! Hahaha. Kadang ada juga yang pake batu buat jadi nasehat. Iya, contohnya: "Jadikanlah ini sebagai batu loncatan kamu untuk...blablabla." Ya kan? Padahal kalimat itu kurang pas lho. Coba, seumur-umur udah berapa kali lu loncat dari atas batu? Begitu banyak batu kita temukan dalam keseharian kita. Namun ada yang paling solid, itulah...

Setan

Kutulis ini setelah aku bercengkerama dengan setan. Tak ada kebohongan tersirat dari wajahnya. Dia berkata seolah tak pernah ada yang mendengarnya. "Dunia ini hanya tinggal sisanya saja," katanya. Antara ada dan tiada aku pun memercayainya. Sisa dari apa? Aku pun tak paham. Namun begitulah dia beserta sifatnya. Berusaha membisikkan kuping manusia dengan kejahatan, meski itu bukan suatu kebohongan. Ya, kejahatan memang sudah lama merasuk dalam setiap sendi kehidupan umat manusia. Bercokol dalam dusta setiap ruh yang memakmurkannya. Tak ada bisa, tahta pun jadi. Kursi kekuasaan mampu melegitimasi nasib lebih-lebih daripada bisa meluluhlantakkan kancil yang arif. Sudah lama cerita ini menggema. Berulang terus dalam beberapa kisah berbangsa dan bernegara. Bukan hanya di atas saja. Dampak kuasa itu terus menjalar ke aliran selokan-selokan di bawah jalan raya ibu kota. Pengemis berdasi bergelimpangan memenuhi zona kapitalisasi ekonomi yang tak pernah lagi sama. Tipu muslihat tel...
Sudah lama sepertinya saya tidak menulis di media ini. Sumpah, susah tau menuang isi pikiran ke dalam tulisan semacam ini. Terakhir kali nulis di blog ini tahun 2018 dan sekarang sudah 2023! Lama juga ya. Sedikit cerita kenapa saya bisa nulis lagi di blog ini adalah disebabkan satu keputusan salah yang saya buat di tahun 2022, yaitu membeli MacBook Air M1 yang harganya jauh lebih mahal dari laptop windows kebanyakan. Iya, saya salah karena sebetulnya saya belum mampu beli device ini secara cash. Haha. Saat ini alhamdulillah saya sudah menikah & memiliki seorang anak. Anak perempuan lucu bernama Zhafira. Jadi lima tahun saya tapa menulis blog ini adalah waktu panjang yang saya isi dengan keputusan-keputusan penting dalam hidup. Menyukai perempuan - menikah - punya anak: itu sungguh pilihan penting yang akan mengubah seluruh hidupmu. Mengubah pandanganmu terhadap realitas dunia yang sedang kamu jalani, mengubah orientasi nilai-nilai yang kamu dapatkan & harapkan.  Mungkin bag...