Langit dan awan, dua unsur berbeda yang harmonis seirama. Bila langit berwarna biru terang, awan memantulkan silaunya yang putih terang. Bila langit kelabu, awan mendadak muram dan gelap. Namun mengapa itu tak terjadi pada senyawa berbeda yang selalu melengkapi; warna hitam kopi tidak menentukan banyaknya kandungan gula. Rasanya pahit atau manis, kopi tetap berwarna hitam. Apalagi bila dibandingkan dengan pertemuan dua mata manusia yang tidak disengaja.
Seperti hari lainnya, pekerjaan ini menyedotku dalam rutinitas beku yang membuatku harus bersabar, sabar untuk berdiri tanpa melakukan apa-apa selama beberapa jam. Terutama ketika sepi pengunjung, hanya menunggu dan menerka, di luar hujan atau tidak. Karena dalam suasana seperti ini, yang paling sering dipikirkan hanya satu; jam pulang kerja. Dalam waktu kosong yang tenang tersebut, muncul seorang perempuan berbaju hitam yang memang berdiri di tempatnya untuk profesi yang sama sepertiku. Tetapi dia tidak mengenakan seragam kaos putih yang kami pakai, mungkin karena masih baru. Baju hitamnya membuat kontras nyata dengan kulitnya yang putih lembut. Matanya memandangi sekeliling dengan tenang, seperti anak kecil pada hari pertama masuk sekolah.
Entah kebetulan atau bukan, pada jam istirahat makan, dia duduk tak jauh dari meja yang sama denganku. Pada saat itulah aku dapat melihat wajahnya dengan jelas, keceriaannya, tawanya, mengalahkan menu ayam bakar yang tersaji di depanku. Sesekali dia hanya menimpali candaan teman-teman barunya. Dengan singkat detik jam melompati hitungan hari, namun satu hari ini kurasakan seperti satu tahun.
Keesokan hari, kudapati pagi yang sejuk tanpa banyak asap polusi yang harus dilalui. Ketika sampai di ruang kerja, aku tidak menemukan wajahnya. Seketika sejuk menjadi dingin yang mencubit jemari. Kugenggam jemari tangan kiri dengan tangan kanan, Air Conditioner menyala cukup kencang pagi ini. Pada pukul 11:00 matahari sebenarnya mulai meninggi di balik awan gelap yang sedang mengguyur bumi. Ketika itu pula dia datang, membawa wajahnya yang berseri. Kali ini dia mengenakan kaos biru terang dengan gambar sablon memenuhi bagian depannya dan skinny jeans yang membalut kakinya. Wajahnya cerah, secerah mentari yang menyapa bulir-bulir embun. Matanya teduh, persis di bawah poni artifisialnya yang menawan. Bila dia tersenyum, semburat awan halus di langit seakan berhenti sejenak untuk meliriknya. Ketika matanya menyipit saat tertawa, hamparan bunga matahari mulai terang bermekaran, memesona meski dilihat dari jauh.
Cukup sudah bukti keagungan Tuhan dengan segala ciptaan-Nya. Cukup jauh ikan salmon bermigrasi melawan arus sungai, cukup luas penjelajahan lebah madu mencari nektar. Mungkin cukup kekaguman yang menyiratkan hati manusia yang putih dan sedetik kemudian dapat menjadi warna-warni. Indahnya ciptaan Tuhan. Yang terlihat memengaruhi yang tidak terlihat. Dua hari kemarin sudah cukup membuktikan keagungan-Mu. Hari ini aku berterimakasih untuk inspirasi dari keindahan yang tak terlupakan. Inspirasi untuk terus mengasah nikmat-Mu yang lain.
Pamulang, 05/2/2012
Komentar