Langsung ke konten utama

Kampus Kreatif

Hampir dua tahun saya telah mondar-mandir ke tempat ini, lima kali dalam seminggu. Meski begitu, suasana yang saya dapatkan ketika memasukinya, masih sama, sejuk, tenang, dan sunyi. Mungkin kesan ini saya dapatkan karena saya terbiasa bersentuhan dengan mobilitas tinggi kota Jakarta. Lagi pula ini hal wajar karena jumlah mahasiswa kampus ini masih sedikit. Masuk lewat gerbang depan yang terllihat sedikit megah dan disambut senyum hangat penjaga gerbang membuat saya tidak pernah bosan datang ke area yang terlihat masih asri ini.
Sayangnya, untuk sampai ke kelas, saya masih harus naik ke lantai tiga, dan ini saya anggap sebagai sesi pemanasan. Usai pemanasan dan masuk ke dalam kelas, suhu tubuh langsung turun seketika dengan semburan udara yang keluar dari Air Conditioner. Sambil menahan dingin, pelajaran hari itu saya serap sebisa mungkin. Proses belajar mengajar di kampus ini berlangsung cukup baik dengan satu-dua dosen berkapabilitas dan fasilitas yang memadai. Seusai aktifitas akademik yang cukup menambah koneksi sel syaraf neuron di kepala, saya menyempatkan diri ke kantin.
Ternyata, di sana sudah kumpul teman-teman dari kelas lain. Saya pun ikut mencair dalam suasana kebersamaan. Sambil mendengar obrolan, saya menyantap mie goreng yang telah saya pesan sebelumnya. Sedang asyik meresapi rasa mie instan, tiba-tiba terdengar suara para pegawai yang sedang berkaraoke ria di lantai dua gedung produksi. Wah, ini benar-benar kampus kreatif. Pegawainya saja, kreatif. Bila kreatif berarti menciptakan yang belum pernah ada, ini dapat berarti kreatif karena belum pernah saya lihat di kampus-kampus lain yang seperti ini.
Ternyata, selain bersuasana asri, kampus ini juga bersifat multiguna. Selain digunakan untuk mendidik para mahasiswa, kampus ini juga dapat berfungsi sebagai sarana entertainment. Atau mungkin, sebentar lagi di sini akan segera dibangun pusat hiburan bagi warga Srengseng Sawah karena dibandingkan lingkungan sekitar yang lain, lantai dua itu yang paling ramai.
Namun, tiba-tiba teriakan salah seorang teman mengaburkan lamunan saya, “Woi, berisik!.” Karena penasaran, saya bertanya pada teman-teman, kenapa dia bisa berteriak seperti itu. Jawaban saya dapatkan, ternyata dia berteriak kesal karena beberapa hari kemarin dia meminta izin untuk ikut bernyanyi bersama para pegawai di lantai dua itu, tapi tak diizinkan. Kesimpulan pun muncul sepintas, ternyata di sini hanya pegawai yang boleh kreatif. Tetapi, saya berusaha mengesampingkan kesimpulan sepintas itu. Mungkin saja, itu hanya respon emosional temanku saja.
Sebelumnya, telah banyak upaya pembangunan kampus kreatif di sini, salah satunya dengan menempel wallpaper di dinding kelas menjelang hari kedatangan Mendiknas. Tetapi, muncul pertanyaan, mengapa hanya ruang kelas di lantai satu yang ditempeli wallpaper? Saya sebagai mahasiswa hanya bisa berharap, mudah-mudahan upaya penempelan wallpaper ini merupakan salah satu usaha pembangunan kampus untuk menjadi lebih baik, dan bukan hanya untuk pamer kepada Bapak Menteri semata. Semoga kita semua dijauhkan dari budaya pamer yang selalu berpatri pada pentingnya penampilan saja.
Lalu, belakangan ini, kita bersyukur karena gedung baru di sebelah selatan kantin mahasiswa telah rampung. Tidak sedikit mahasiswa bersukacita karena di lantai tiga gedung tersebut akan dibangun sarana olah raga tempat mahasiswa melepaskan minat dan bakatnya. Saya dan teman saya pun mengunjungi tempat itu. Dan saya menemukan ada sesuatu yang ganjil, kenapa di sini ada lapangan tenis, padahal tidak ada mahasiswa yang gemar bermain tenis di kampus ini. Wah, saya kembali menemu-kan ide cerdas di kampus kreatif ini. Ini benar-benar kreatif karena baru kali ini saya lihat ada yang membangun sarana kampus tanpa mempertimbangkan kebutuhan mahasiswa dan unsur tepat guna.
Meski begitu, saya tetap yakin kampus saya ini adalah kampus kreatif karena kampus ini dihuni mahasiswa kreatif. Para mahasiswa bertindak kreatif dalam menyelesaikan keadaan yang tidak diinginkan. Keadaan itu berupa terabaikannya beberapa fasilitas kampus yang rusak dan kesalahan-kesalahan dalam proses belajar mengajar. Teman-teman kreatif saya yang bergerak dalam BEM berinisiatif untuk mempertemukan seluruh mahasiswa dengan Bapak Direktur guna membahas keadaan yang tak diinginkan bersama itu. Akhirnya, forum tanya-jawab antara mahasiswa dengan Direktur menghasilkan resolusi yang kami tepuk tangani bersama. Para mahasiswa yang ikut dalam forum itu masuk ke ruangan dengan keluhan dan pertanyaan, lalu keluar dari ruang diskusi dengan lega sekaligus bangga atas kepemimpinan pimpinan kami yang luar biasa.
Namun, sayangnya kelegaan saya dan teman-teman saya itu tidak berlangsung lama. Berbagai resolusi yang kami hasilkan dalam forum, belum kami temukan kejelasannya hingga seminggu setelahnya, bahkan sampai hari ini. Padahal, di antara resolusi itu – seperti permohonan transparansi anggaran dana kemahasiswaan, dijanjikan dapat selesai tiga hari setelah forum itu berlangsung. Sekali lagi, sebagai mahasiswa biasa, saya hanya bisa berharap kampus kreatif tempat kita belajar ini dapat menjadi tempat yang nyaman, baik secara lahir (yang terlihat) maupun batin (yang dirasakan), baik bagi dosen ataupun bagi para mahasiswa.
Selain itu, ketika pertemuan tanya-jawab dengan Direktur, ada satu lagi peristiwa yang baru saya ketahui dan langsung membuat mata saya menyipit – bukan karena kelilipan. Pada masa pemerintahan SBY yang menjunjung tinggi demokrasi sekarang ini, masih ada karya yang dicopot dari media publikasi karena ada yang merasa tersinggung dengan isinya. Karya ilustrasi yang saat itu ditempel di mading, hilang keesokan hari tanpa jelas rimbanya
Maka, saya tersadar kembali pada kesimpulan yang pernah mampir di kepala saya secara sepintas. Saat ada beberapa pegawai kreatif yang menjadikan kampus sebagai tempat hiburan dan tidak memperbolehkan mahasiswa melakukan hal yang sama, terbersit kesimpulan bahwa tidak semua orang di kampus ini boleh kreatif. Apa benar demikian?
Buktinya, ketika ada para mahasiswa yang ingin menunjukkan kreativitasnya dan menyelesaikan masalah kemahasiswaan secara kreatif, penyelesainnya selalu terbentur dengan kebijakan dan regulasi yang seharusnya melahirkan mahasiswa kreatif. Namun, ketika penyelenggara kampus yang menunjukkan kreativitasnya, semua selesai nyaris tanpa halangan. Tetapi sayangnya, ketika beberapa kreasi itu sudah jadi, muncul beragam pertanyaan. Wajar saja, hal itu karena kita hidup dalam lingkungan akademik yang kritis dan kreatif. Tapi, di balik itu semua, harapannya tetap satu; agar kita dapat belajar dan bekerja dengan nyaman dan leluasa di lingkungan kampus kita sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Batu

Ada sebuah batu yang dapat terbang begitu jauh ketika dilempar sekuat tenaga di tengah hamparan pematang sawah. Ada batu lempung yang dapat loncat jauh berkecipak beberapa kali saat dilempar dengan tepat di atas air. Dan ada batu yang bila dilempar jauh maka kau akan dicari-cari orang sekampung, iya, coba aja lempar jauh batu cincin Pak haji. Tapi ada juga batu yang biasa bikin kita keki. Ga percaya? Beneran ga percaya? Yeuu, ga percaya. "Batu! sih lu dibilangin." Iya batu yang seperti itu. Krik banget ya? Eh iya, tapi aslinya ba-tu itu enak loh. Gue sering makanin waktu SD. Sekarang sih udah engga. Karena, ba-tu itu bro: Baso Tusuk! Hahaha. Kadang ada juga yang pake batu buat jadi nasehat. Iya, contohnya: "Jadikanlah ini sebagai batu loncatan kamu untuk...blablabla." Ya kan? Padahal kalimat itu kurang pas lho. Coba, seumur-umur udah berapa kali lu loncat dari atas batu? Begitu banyak batu kita temukan dalam keseharian kita. Namun ada yang paling solid, itulah...

Setan

Kutulis ini setelah aku bercengkerama dengan setan. Tak ada kebohongan tersirat dari wajahnya. Dia berkata seolah tak pernah ada yang mendengarnya. "Dunia ini hanya tinggal sisanya saja," katanya. Antara ada dan tiada aku pun memercayainya. Sisa dari apa? Aku pun tak paham. Namun begitulah dia beserta sifatnya. Berusaha membisikkan kuping manusia dengan kejahatan, meski itu bukan suatu kebohongan. Ya, kejahatan memang sudah lama merasuk dalam setiap sendi kehidupan umat manusia. Bercokol dalam dusta setiap ruh yang memakmurkannya. Tak ada bisa, tahta pun jadi. Kursi kekuasaan mampu melegitimasi nasib lebih-lebih daripada bisa meluluhlantakkan kancil yang arif. Sudah lama cerita ini menggema. Berulang terus dalam beberapa kisah berbangsa dan bernegara. Bukan hanya di atas saja. Dampak kuasa itu terus menjalar ke aliran selokan-selokan di bawah jalan raya ibu kota. Pengemis berdasi bergelimpangan memenuhi zona kapitalisasi ekonomi yang tak pernah lagi sama. Tipu muslihat tel...
Sudah lama sepertinya saya tidak menulis di media ini. Sumpah, susah tau menuang isi pikiran ke dalam tulisan semacam ini. Terakhir kali nulis di blog ini tahun 2018 dan sekarang sudah 2023! Lama juga ya. Sedikit cerita kenapa saya bisa nulis lagi di blog ini adalah disebabkan satu keputusan salah yang saya buat di tahun 2022, yaitu membeli MacBook Air M1 yang harganya jauh lebih mahal dari laptop windows kebanyakan. Iya, saya salah karena sebetulnya saya belum mampu beli device ini secara cash. Haha. Saat ini alhamdulillah saya sudah menikah & memiliki seorang anak. Anak perempuan lucu bernama Zhafira. Jadi lima tahun saya tapa menulis blog ini adalah waktu panjang yang saya isi dengan keputusan-keputusan penting dalam hidup. Menyukai perempuan - menikah - punya anak: itu sungguh pilihan penting yang akan mengubah seluruh hidupmu. Mengubah pandanganmu terhadap realitas dunia yang sedang kamu jalani, mengubah orientasi nilai-nilai yang kamu dapatkan & harapkan.  Mungkin bag...