Langsung ke konten utama

Mahasiswa jangan telat!

Mentari yang silau di pagi ini tak menyurutkan langkah saya menuju rumah teman sekelas saya guna berangkat bersama ke kampus. Memang hampir setiap pagi hal ini saya lakukan, tapi kali ini langkah saya lebar-lebar dan tergesa-gesa karena saya harus sampai kampus pukul 07.30, dan sekarang jam digital di handphone saya telah menunjukkan pukul 06.58. Dengan kecepatan normal motor bebek, saya dan teman saya yang bernama Bambang itu bisa menempuh satu jam perjalanan untuk sampai kampus. Setibanya saya di depan pagar rumah Bambang pun, saya masih memikirkan bagaimana caranya agar tidak telat masuk kuliah pagi ini.
Knalpot motor Bambang yang telah dimodifikasi menjadi knalpot racing membuat saya sedikit malu untuk menarik gas motor dalam-dalam. Namun, saya kembali tersadar bahwa ini memang harus saya lakukan pagi ini, hanya pagi ini. Dengan kecepatan di atas 60 km/jam, jalan raya Pondok Cabe dapat kami lalui dengan singkat hingga masuk ke jalan tikus menuju Cinere. Jalan raya yang porak poranda di Cinere tidak dapat lagi menghambat laju motor yang saya kendarai. Sambil terus menjaga kecepatan, akhirnya kami memasuki jalan raya Cipedak, lima menit kemudian, sampailah kami di gerbang kampus kami.
Entah kenapa kedua kaki saya masih terus tergesa-gesa menyusuri tangga sebelum sampai ke kelas. Sampai depan pintu kelas, saya hanya berani mengintip teman-teman saya yang sudah duduk berjajar di dalam. Karena kebetulan ada teman yang melihat saya dari dalam, sambil menunjuk ke arah bangku dosen, saya berkata tanpa suara, ”Pik, ada dosen gak?”. Dia mengangguk, membuat saya kesal pada diri sendiri dan berkata dalam hati, kenapa tidak bisa berangkat lebih pagi! Akhirnya, saya dan teman saya yang sejak tadi menunggu keberanian saya membuka pintu lebih dulu masuk ke dalam kelas sambil mengantisipasi respon sang dosen. Deg!, Taufiq sialan!, begitulah kira-kira bila suara hatiku dapat terdengar saat itu. Ternyata tidak ada dosen. Di benak saya sebelum masuk pintu kelas, bapak dosen yang benci keterlambatan mahasiswa itu tengah duduk di depan didampingi team teaching.
Sebagai lelaki yang masih dalam usia remaja, saya selalu ingin berpikir take it easy, take it slow, yang sudah berlalu biarlah sudah, mudah saja untuk melupakan kejadian kemarin ataupun hari ini. Namun, tidak untuk kali ini. Setelah mengingatnya kembali, untuk apa saya sampai rela ngebut, untuk siapa saya melakukan itu, lalu hasilnya? Saya akui, sebelumnya, memang tidak hanya sekali saya terlambat masuk kuliah, dan saya terima semua konsekuensi yang memang pantas saya dapatkan. Lalu, saya bandingkan dengan kejadian hari ini. Bila mahasiswa seperti saya tidak boleh telat karena pasti ada konsekuensinya, seperti dihitung alfa dalam daftar absen sampai tidak boleh mengikuti mata kuliah, bagaimana dengan dosen? Bagaimana hukumnya dosen yang terlambat dan bahkan tidak masuk seperti hari ini.
Tanpa maksud mencari keadilan, karena saya tahu akan jenjang ilmu dan hak yang dimiliki seorang dosen, saya hanya ingin mempertanyakan integritas dosen yang saya percaya bukan hanya sebagai pengajar, namun juga pendidik. Mau dibawa kemana lembaga pendidikan yang dididik oleh tenaga-tenaga cerdas yang berintegritas rendah? Boleh saja berteriak-teriak kampus ini telah dilengkapi berbagai fasilitas menawan walaupun masih dalam masa transisi dan pembangunan, bangga menjadi politeknik yang turut membantu perkembangan industri kreatif di Indonesia, dan sebagainya. Namun, kembali lagi pada fakta; kualitas murid dibentuk oleh sang guru. Jadi, sejauh mana guru berkualitas, sebesar itu pula kemungkinan sebuah lembaga pendidikan melahirkan murid-murid yang berkualitas (kreatif dan inovatif).
Dalam suatu pertemuan seluruh mahasiswa dengan Direktur dan para Pudir guna membahas masalah kemahasiswaan, bapak Direktur Polimedia menjawab pertanyaan mahasiswa soal keterlambatan dosen, Pak Bambang mengatakan bahwa persoalan itu sebenarnya merupakan tanggung jawab Kepala Jurusan. Hak dan kewajiban seluruh dosen yang memberi kuliah pada suatu jurusan memang diatur oleh Kepala Jurusandan dan para pengurus di sekretariat jurusan. Tidakkah sebaiknya hal-hal penting terkait kualitas kinerja dosen, yang tentu berhubungan dengan eksistensi perkuliahan, boleh diketahui mahasiswa sebagai ujung tombak dari tujuan perkuliahan itu sendiri?
Mungkin ini hanya bagian kecil dari kisah masa transisi lembaga ini menjadi lembaga pendidikan yang benar-benar mampu melahirkan lulusan-lulusan yang berkualitas. Pada akhir acara pertemuan bapak Direktur dengan seluruh mahasiswa pun, Pak Bambang memberikan kalimat penutup yang akhirnya dapat diterima para peserta diskusi kali itu, “kalian sebagai mahasiswa jangan pernah berhenti belajar, dan kami juga masih perlu belajar untuk membangun ini semua.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hati Berproses

Waktu bergulir begitu cepat seperti debu yang merambat. Sesekali dapat terlihat dari celah sinar mentari yang masuk ke rumah. Debu berterbangan bebas tanpa arah. Namun itu menurut kita. Seperti waktu, debu dihadirkan dengan takdirnya mengikuti arah angin yang membawanya. Bisa menempel di pohon-pohon, bisa menempel di celah bangunan pencakar langit, bisa juga mengendap di lorong dapur tempat ibu biasa memasak. Maka waktu, meski bukan sekumpulan zat organik yang terbang bebas di sekitar kita, ia adalah jatah yang kita miliki, jatah keluasan udara yang kita rasakan saat ini. Wahai sang pemilik waktu, izinkanlah aku hanya berdoa kepada-Mu. Wahai pemilik bulan november yang menakjubkan, ada seorang anak kecil yang sedang berproses disana. Sejak kecil ia adalah wanita yang pandai menjaga dirinya. Seorang yang suci dan tak mudah terdistraksi. Sikapnya yang bijaksana melapisi tubuh mungilnya. Proses menentukan hasil. Semoga jiwa besarnya mengantarkan ia ke level selanjutnya.

Setan

Kutulis ini setelah aku bercengkerama dengan setan. Tak ada kebohongan tersirat dari wajahnya. Dia berkata seolah tak pernah ada yang mendengarnya. "Dunia ini hanya tinggal sisanya saja," katanya. Antara ada dan tiada aku pun memercayainya. Sisa dari apa? Aku pun tak paham. Namun begitulah dia beserta sifatnya. Berusaha membisikkan kuping manusia dengan kejahatan, meski itu bukan suatu kebohongan. Ya, kejahatan memang sudah lama merasuk dalam setiap sendi kehidupan umat manusia. Bercokol dalam dusta setiap ruh yang memakmurkannya. Tak ada bisa, tahta pun jadi. Kursi kekuasaan mampu melegitimasi nasib lebih-lebih daripada bisa meluluhlantakkan kancil yang arif. Sudah lama cerita ini menggema. Berulang terus dalam beberapa kisah berbangsa dan bernegara. Bukan hanya di atas saja. Dampak kuasa itu terus menjalar ke aliran selokan-selokan di bawah jalan raya ibu kota. Pengemis berdasi bergelimpangan memenuhi zona kapitalisasi ekonomi yang tak pernah lagi sama. Tipu muslihat tel
Sudah lama sepertinya saya tidak menulis di media ini. Sumpah, susah tau menuang isi pikiran ke dalam tulisan semacam ini. Terakhir kali nulis di blog ini tahun 2018 dan sekarang sudah 2023! Lama juga ya. Sedikit cerita kenapa saya bisa nulis lagi di blog ini adalah disebabkan satu keputusan salah yang saya buat di tahun 2022, yaitu membeli MacBook Air M1 yang harganya jauh lebih mahal dari laptop windows kebanyakan. Iya, saya salah karena sebetulnya saya belum mampu beli device ini secara cash. Haha. Saat ini alhamdulillah saya sudah menikah & memiliki seorang anak. Anak perempuan lucu bernama Zhafira. Jadi lima tahun saya tapa menulis blog ini adalah waktu panjang yang saya isi dengan keputusan-keputusan penting dalam hidup. Menyukai perempuan - menikah - punya anak: itu sungguh pilihan penting yang akan mengubah seluruh hidupmu. Mengubah pandanganmu terhadap realitas dunia yang sedang kamu jalani, mengubah orientasi nilai-nilai yang kamu dapatkan & harapkan.  Mungkin bagi ya