Langsung ke konten utama

Percaya

   Pagi di penghujung tahun 2013 ini dibasahi oleh hujan. minggu ini sepertinya hujan memang sedang senang bermain kesini. Di sore hari menyambut anak-anak pulang sekolah, di pagi hari menyapa para karyawan yang siap memanaskan motor. Tak peduli pukul berapa. Rintik-rintik dingin itu bergegas merebahkan rindunya kepada bumi. Banyak manusia hanya tahu bumi dan langit sebagai analogi perbedaan jarak yang cukup berarti. Namun percayalah. Dengan hujan, langit dapat puas menunaikan peluh rindunya kepada bumi.

   Tahun 2013 akan segera terlewat di belakang. Banyak media massa menyiarkan momen-momen penting yang terjadi selama tahun ini. Tak sedikit teman-teman mengungkapkan kesannya selama tahun 2013. Ramai-ramai mengucapkan selamat tinggal pada satuan waktu yang akan terlewati ini. Lihatlah, hanya di penghujung tahun banyak dari kita menaruh simpati kepada waktu. Bagaimana dengan satuan waktu yang lain? Toh, tahun hanyalah sebentuk satuan waktu yang hingga kini setia menandai perjalanan manusia. Namun tahukah, sebenarnya besok kita sudah di tahun 2564 dalam hitungan tahun Imlek. Bisa jadi besok bukanlah awal tahun 2014. Besok kita masih di tahun 1935 tahun Sakai dan 1435 tahun Hijriah. Jadi, ini hanya soal hitungan waktu bukan?

   Tapi saya juga tergelitik untuk mengingat lagi ke belakang. Bagaimana sebuah film bisa memotivasi jutaan anak muda di Indonesia. Salah satu quote favorit saya adalah "Saya Ian, saya bangga bisa berada di sini bersama kalian semua... Saya akan mencintai tanah ini seumur hidup saya,... saya akan menjaganya dengan apapun yang saya punya, saya akan menjaga kehormatannya seperti saya menjaga diri saya sendiri... Seperti saya akan selalu menjaga mimpi-mimpi saya terus hidup bersama tanah air tercinta ini...... ...yang berani nyela' Indonesia... ribut sama gue..!" Disitu kita bisa lihat hubungan kata yang erat, yang dapat berarti: siapa yang mampu menjaga dirinya - menjaga kehormatannya maka dia akan akan mampu menjaga tanah airnya. Jadi tidaklah pantas kita berteriak keburukan Negeri sendiri tanpa melihat diri sendiri dan bertanya sudah melakukan apa.

   Lalu apa? Ya jangan cuma bicara, jangan melulu retorika. Politik kekuasaan negeri ini sudah penuh oleh retorika busuk sejak seabad lalu. Sejarah menjadi saksi pilu yang bisa disetir. Perjalanan manusia di negeri ini akhirnya tak jauh dari misorientasi bangsa yang harusnya tumbuh besar ini. Namun sudahlah. Lagi-lagi gue cuma bisa berucap. Bergeraklah. Bisa dimulai dari bangunnya kesadaran politik kita sebagai penentu arah masa depan lingkungan - bangsa kita. Hapus rasa pesimis yang ditumbuhkan lewat berita-berita korupsi yang bertumpuk. Our future brights in your hand.

  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hati Berproses

Waktu bergulir begitu cepat seperti debu yang merambat. Sesekali dapat terlihat dari celah sinar mentari yang masuk ke rumah. Debu berterbangan bebas tanpa arah. Namun itu menurut kita. Seperti waktu, debu dihadirkan dengan takdirnya mengikuti arah angin yang membawanya. Bisa menempel di pohon-pohon, bisa menempel di celah bangunan pencakar langit, bisa juga mengendap di lorong dapur tempat ibu biasa memasak. Maka waktu, meski bukan sekumpulan zat organik yang terbang bebas di sekitar kita, ia adalah jatah yang kita miliki, jatah keluasan udara yang kita rasakan saat ini. Wahai sang pemilik waktu, izinkanlah aku hanya berdoa kepada-Mu. Wahai pemilik bulan november yang menakjubkan, ada seorang anak kecil yang sedang berproses disana. Sejak kecil ia adalah wanita yang pandai menjaga dirinya. Seorang yang suci dan tak mudah terdistraksi. Sikapnya yang bijaksana melapisi tubuh mungilnya. Proses menentukan hasil. Semoga jiwa besarnya mengantarkan ia ke level selanjutnya.

Setan

Kutulis ini setelah aku bercengkerama dengan setan. Tak ada kebohongan tersirat dari wajahnya. Dia berkata seolah tak pernah ada yang mendengarnya. "Dunia ini hanya tinggal sisanya saja," katanya. Antara ada dan tiada aku pun memercayainya. Sisa dari apa? Aku pun tak paham. Namun begitulah dia beserta sifatnya. Berusaha membisikkan kuping manusia dengan kejahatan, meski itu bukan suatu kebohongan. Ya, kejahatan memang sudah lama merasuk dalam setiap sendi kehidupan umat manusia. Bercokol dalam dusta setiap ruh yang memakmurkannya. Tak ada bisa, tahta pun jadi. Kursi kekuasaan mampu melegitimasi nasib lebih-lebih daripada bisa meluluhlantakkan kancil yang arif. Sudah lama cerita ini menggema. Berulang terus dalam beberapa kisah berbangsa dan bernegara. Bukan hanya di atas saja. Dampak kuasa itu terus menjalar ke aliran selokan-selokan di bawah jalan raya ibu kota. Pengemis berdasi bergelimpangan memenuhi zona kapitalisasi ekonomi yang tak pernah lagi sama. Tipu muslihat tel

Passing Through

Hampir setiap tiga bulan kita bisa lihat ada smartphone keluaran terbaru yang mengusung spesifikasi terbaik. Handphone yang ada di tangan kita saat ini bisa menyediakan hampir semua kebutuhan kita, dia menampilkan sejuta pesona, dia adalah layar kotak bersinar penuh kilau. Sebagian waktu kita bisa jadi lebih banyak dihabiskan di depan layar smartphone atau komputer. Tapi tahukah kamu bahwa waktu adalah salah satu modal terbesar kita untuk membuat diri kita menjadi apa kita inginkan. Misalnya, kita ingin jadi orang sejahtera yang terlihat dari mobil yang kita punya, kita ingin punya perusahaan yang mempekerjakan beberapa karyawan, kita ingin lulus cumlaude dari sebuah universitas dan dipanggil sebagai mahasiswa terbaik pada perayaan wisuda, dan seterusnya. The problem is: the most of us doesn't realize what we want to be. " Because we're living in a world of fools ," begitu kata band legendaris Bee Gees dalam salah satu lagunya. Apa saja yang bersinar di layar gadget