Langsung ke konten utama

Unyil

Assalamualaikum – semoga kalian dalam keadaan sehat dan sejahtera.

Pagi ini gue mau coba mencurahkan sedikit isi pikiran gue, yang takutnya sebentar lagi menggumpal dan tersapu bersama debu. Sebenarnya kalau kita perhatikan, manusia itu hidup dan bergerak berdasarkan pikirannya tau, bener gak? Nah, karena yang lagi nyanyi di headset gue saat ini adalah Bunga di tepi jalan-nya Sheila on 7, gue pun teringat tentang seorang anak perempuan yang belakangan ini membuat gue nyaman di tempat kerja. Namanya …, ah ga usah. Ciri-cirinya aja; berusia sekitar 19 tahun, tingginya sebahu gue, dan dia agak hiperaktif (mungkin karena kebanyakan mengonsumsi cabe rawit semasa kecil). Hari-hari belakangan ini, dia sering mendekat dan ngajak gue cerita berbagai hal, mulai dari pengalaman sampai pacar.

She’s very welcome to me, and it enjoyed me enough. Dengan kehadirannya, gue merasa menemukan diri gue yang selama ini terpendam. Gue bisa cerita banyak hal sama dia tanpa harus malu. Di ruang kerja yang luas dan hening pada hari weekday, gue bisa mendapatkan kesenangan sederhana: gue cerita, dia ketawa, gue nyengir, dia ketawa sambil ngeces. We simply make a lot of fun. Gue yang selama lebih banyak menyendiri (bukan di Goa Lawa), berhasil menemukan gue yang sama semasa masih di sekolah menengah. Dia cerita berbagai hal tentang orang-orang di sekelilingnya, tentang perasaannya, dan gue ngasih beberapa solusi yang (menurut gue) jenius (dan menurutnya membingungkan).

Yang belakangan baru gue sadari adalah obrolan dan kedekatan gue dengannya merupakan kemajuan signifikan dalam pengalaman komunikasi gue terhadap lawan jenis. Kalau boleh jujur, semenjak gue gagal mendapatkan hati classmate gue pas kuliah, gue jadi sedikit trauma untuk mendekati kaum hawa, terutama yang cantik nan jelita. Yang gue takutin Cuma satu hal: jatuh cinta, bahkan gue agak ragu untuk menulis dua kata itu. Tapi tunggu dulu, dengan statement ini gue bukan hendak menggolongkan anak kecil yang gue ceritain di atas sebagai perempuan yang tidak cantik. Dia imut dan unyu-unyu sebenarnya, cantik juga (biar dia seneng), tapi dia emang ga jelita juga sih. Setidaknya salah satu sisi inner beauty yang gue bisa liat dari dia adalah selalu berprasangka positif terhadap orang-orang yang baru dikenalnya. Everyone have their own life and soul.

Tulisan ini jelas bukan bermaksud menggunjingkan orang lewat media internet seperti para artis yang cari sensasi. Lewat tulisan ini gue cuma mau berterimakasih kepada anak kecil yang gue certain di atas, yang mungkin lebih baik gue panggil Unyil (tentu bukan karna lengannya yang menekuk rapat dan hanya bisa menggerakkan telapak tanggannya saja ya). Nama Unyil seperti terdengar cocok aja buat anak yang petakilan dang a bisa diem kalo gak diajak ngobrol. Haha….

Salam sejuk – semoga kesejukan selalu menyertai hati dan pikiran kita yang jernih.

08-2-’12, Pamulang

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hati Berproses

Waktu bergulir begitu cepat seperti debu yang merambat. Sesekali dapat terlihat dari celah sinar mentari yang masuk ke rumah. Debu berterbangan bebas tanpa arah. Namun itu menurut kita. Seperti waktu, debu dihadirkan dengan takdirnya mengikuti arah angin yang membawanya. Bisa menempel di pohon-pohon, bisa menempel di celah bangunan pencakar langit, bisa juga mengendap di lorong dapur tempat ibu biasa memasak. Maka waktu, meski bukan sekumpulan zat organik yang terbang bebas di sekitar kita, ia adalah jatah yang kita miliki, jatah keluasan udara yang kita rasakan saat ini. Wahai sang pemilik waktu, izinkanlah aku hanya berdoa kepada-Mu. Wahai pemilik bulan november yang menakjubkan, ada seorang anak kecil yang sedang berproses disana. Sejak kecil ia adalah wanita yang pandai menjaga dirinya. Seorang yang suci dan tak mudah terdistraksi. Sikapnya yang bijaksana melapisi tubuh mungilnya. Proses menentukan hasil. Semoga jiwa besarnya mengantarkan ia ke level selanjutnya.

Passing Through

Hampir setiap tiga bulan kita bisa lihat ada smartphone keluaran terbaru yang mengusung spesifikasi terbaik. Handphone yang ada di tangan kita saat ini bisa menyediakan hampir semua kebutuhan kita, dia menampilkan sejuta pesona, dia adalah layar kotak bersinar penuh kilau. Sebagian waktu kita bisa jadi lebih banyak dihabiskan di depan layar smartphone atau komputer. Tapi tahukah kamu bahwa waktu adalah salah satu modal terbesar kita untuk membuat diri kita menjadi apa kita inginkan. Misalnya, kita ingin jadi orang sejahtera yang terlihat dari mobil yang kita punya, kita ingin punya perusahaan yang mempekerjakan beberapa karyawan, kita ingin lulus cumlaude dari sebuah universitas dan dipanggil sebagai mahasiswa terbaik pada perayaan wisuda, dan seterusnya. The problem is: the most of us doesn't realize what we want to be. " Because we're living in a world of fools ," begitu kata band legendaris Bee Gees dalam salah satu lagunya. Apa saja yang bersinar di layar gadget

Setan

Kutulis ini setelah aku bercengkerama dengan setan. Tak ada kebohongan tersirat dari wajahnya. Dia berkata seolah tak pernah ada yang mendengarnya. "Dunia ini hanya tinggal sisanya saja," katanya. Antara ada dan tiada aku pun memercayainya. Sisa dari apa? Aku pun tak paham. Namun begitulah dia beserta sifatnya. Berusaha membisikkan kuping manusia dengan kejahatan, meski itu bukan suatu kebohongan. Ya, kejahatan memang sudah lama merasuk dalam setiap sendi kehidupan umat manusia. Bercokol dalam dusta setiap ruh yang memakmurkannya. Tak ada bisa, tahta pun jadi. Kursi kekuasaan mampu melegitimasi nasib lebih-lebih daripada bisa meluluhlantakkan kancil yang arif. Sudah lama cerita ini menggema. Berulang terus dalam beberapa kisah berbangsa dan bernegara. Bukan hanya di atas saja. Dampak kuasa itu terus menjalar ke aliran selokan-selokan di bawah jalan raya ibu kota. Pengemis berdasi bergelimpangan memenuhi zona kapitalisasi ekonomi yang tak pernah lagi sama. Tipu muslihat tel